Langsung ke konten utama

Postingan

Berlayar ke IKN dengan Perahu Tradisional Sandeq

Postingan terbaru

"Teknologi dan Per(adab)an"

Dalam dua dekade terakhir ini, kemajuan teknologi informasi kian pesat, beragam ide, gagasan serta inovasi terus bermunculan juga dikembangkan. Dibanding awal-awal tahun munculnnya era industri, era inilah yang paling besar gerak mobilitasnya. Seluruh negara berlomba-lomba menciptakan, dan memberikan kontribusi besaran-besaran dalam dunia perindustrian, dan lagi-lagi tujuan akhir mereka adalah pasar. Hubungan diplomatik lintas negarapun kebanyakan tidak lepas dari hal ini, atau yang sering disebut dengan hubungan bilateral, meski tujuannya untuk memberikan keuntungan kedua belah pihak, dan membangun kerja sama antar negara yang baik, namun kita tidak bisa mempungkiri bagaimana ketatnya mereka dalam bersaing, dan mencari panggung untuk dapat berdiri dan berkuasa.  Berbicara tentang kompotisi, apa lagi ke ranah internasional, bukan tidak mungkin bila hal-hal diskriminatif tidak dapat terjadi, salah satu contoh besar adalah persaingan antara negri Paman Sam dan negri Tiong...

"Benarkah Pendidikan Menangkal Kemiskinan? "

Di sebuah kota metro politan, diantara hiruk pikuk perkotaan, dengan nafas yang terengah-engah,  seorang anak lari terbirit-birit. Tidak karena dikejar anjing atau debkolektor, namun ia dikejar massa sebab kedapatan mencopet. Nahasnya, bukannya berhasil menghindar dari amukan massa, tetapi karena ketidak tahuannya dalam hal membaca, ia malah berakhir dan sembunyi di kantor polisi. Dalam adegan film "Alangkah Lucunya Negri Ini". Karakter Glen adalah satu contoh dari sekian banyaknya anak bangsa yang masih hidup dan mengundi nasib di jalanan, jauh dari keluarga, kumuh, yang kesehariannya hanya berurusan dengan kelaparan, bahkan pengasingan serta pengucilan dari lingkungan sekitarnya. Pada scan ini, Glen yang terpaksa berprofesi sebagai seorang pencopet harus tertangkap hanya karena hal sepeleh, tidak tahu membaca. Tentu sebagian orang akan berfikir, orang seperti apa yang masih buta huruf di tengah-tengah maraknya arus globalisasi,  gerakan-gerakan literasi, kemajua...

Mandar geografi atau etnografi?

                                             "Bagaimanapun ia hari ini, bila belum mencintai kebudayaannya sendiri, maka ia hanya akan menjadi bagian dari parasit sejarah". Demikianlah sebuah petuah yang menggerogoti telinga kami sore ini, dari seorang pelaut ulung yang sangat kami hormati, tangannya tak lagi halus, lebih keras dari kulit badak sepertinya, sepuntung rokok yang belum terbakar hinggap di telinga kanannya, tak lupa secangkir kopi juga asbak di hadapannya. Hari ini ia bercerita lebih panjang dari biasanya, sebab salah satu dari kami bertanya perihal asal muasal suku Mandar. Ia sangat senang dengan hal-hal yang berbau kebudayaan, meski hanya tamatan SD, segala pengetahuannya ia peroleh dari tradisi sastra lisan yang mereka jaga turun temurun dari orang tuanya. Puang Jamal, begitu kami memaggilnya, merupakan sosok yang sanggat kharismatik di Pambusua...

RAMADHAN 19

Ini merupakan cerpen yang saya tulis saat dunia di landa pandemi di tahun 2020 Sayup-sayup angin malam yang berhembus  dan menari di sepanjang jalan, berhasil  menembus tirai jendela sebuah rumah panggung yang cukup sederhana , bercorak dinding klasik yang indah dari anyaman bambu, beratapkan daun kelapa , pagar-pagar dari  pelapah bambu, bunga-bunga melati di sepanjang pekarangan, membuat setiap mata yang memandang akan teringat dengan masa kecil dan kampung halaman, tidak lupa sebuah guci berukuran sedang tepat di kaki tangga sebagai media pembersih yang wajib, semakin memperindah istana klasik yang hanya dihuni oleh seorang wanita paruh bayah itu. Malam itu, nyanyian hewan melata dibuat bungkam dengan suara isak tangis yang begitu memilu, suara itu terus saja memanggil nama seseorang dengan sangat parau, terkadang di selingi dengan sesegukan yang kacau. Cairan bening dimatanya tak bisa ia bendung, pipinya yang sudah keriput dibuat basah oleh rintik dari pel...

Manusia vs Manusia

Telah dimuat di koran harian Sulbar Express edisi juni 2020 oleh : Aswar abdillah Sudah hampir mendekati setengah tahun lamanya, bumi dilanda konflik yang berkepanjangan. Para media nasional maupun internasonal tidak henti-hentinya memberitakan kabar yang mengerikan. Kematian dimana-mana, krisis ekonomi meraja lela, ketakutan menyelimuti, sedang obat atau penangkalnya tak kunjung ditemui. Ini merupakan beberapa hal dari seperkian banyaknya dampak yang ditimbulkan pandemic kali ini, meski bukan kali pertama bumi dan manusia dilanda konflik  dan wabah yang terbilang cukup  mengerikan. Sebab di abad-abad sebelumnya juga ada beberapa wabah yang hampir membinasakan separuh umat manusia. Wabah “Black Death” oleh virus “Xenopsyslla Cheopis” misalnya, yang terjadi sekitar abad ke-14, yang mengakibatkan dua ratus juta populasi orang eropa tewas dalam keadaan yang mengenaskan. Tentu angka ini diwajarkan, sebab saat itu ilmu sains dan kedokteran belum berkembang semaju hari i...

KOTA PENDIDIKAN DAN U GE EM ALA MAJENE

Majene kota pendidikan begitu orang-orang menisbatkan keagungan itu pada sebuah kota kecil yang terletak di tepi barat pulau sulawesi, tepat dipesisir, di hadapan wajah teluk makassar, diantara reruntuhan sejarah kelam kolonial, diantara saksi pemberadaban empat belas kerajaan besar tanah Mandar. Majene kota tua, wilayah yang dulunya memiliki banyak rawa, dan sering banjir, karenanya orang Makassar menyebutnya dengan "Majeqneq" yang berarti berair.  kini tiada sangka sudah bertransformasi menjadi puncuk bunga primadona, rebutan bagi para lebah-lebah yang haus akan manisnya madu. Kota dengan kegiatan dan fasilitas pendidikan teraktif di Sulawesi Barat. Di tengah kota yang kerap kali disebut-sebut dengan Jogja kedua itu(kota pendidikan Indonesia), telah berdiri dengan kokoh kampus besar PTKIN pertama di Sulawesi barat yaitu STAIN Majene, Bila disebut sebagai kampus pemberadaban rasanya mungkin terlalu dini, usianyapun masih tergolong muda, belum cukup satu dekade, d...