"Bagaimanapun ia hari ini, bila belum mencintai kebudayaannya sendiri, maka ia hanya akan menjadi bagian dari parasit sejarah". Demikianlah sebuah petuah yang menggerogoti telinga kami sore ini, dari seorang pelaut ulung yang sangat kami hormati, tangannya tak lagi halus, lebih keras dari kulit badak sepertinya, sepuntung rokok yang belum terbakar hinggap di telinga kanannya, tak lupa secangkir kopi juga asbak di hadapannya. Hari ini ia bercerita lebih panjang dari biasanya, sebab salah satu dari kami bertanya perihal asal muasal suku Mandar. Ia sangat senang dengan hal-hal yang berbau kebudayaan, meski hanya tamatan SD, segala pengetahuannya ia peroleh dari tradisi sastra lisan yang mereka jaga turun temurun dari orang tuanya. Puang Jamal, begitu kami memaggilnya, merupakan sosok yang sanggat kharismatik di Pambusua...